Kapitalisme Sebab Kesenjangan Nyata Dalam Dunia Pendidikan

Daerah, Opini40 Dilihat

OTANAHANEWS.COM – Berdasarkan data yang dihimpun tahun 2024, mayoritas penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun memiliki ijazah SMA atau sederajat, tepatnya sekitar 30,85 persen. Sementara itu, hanya 10,2 persen dari penduduk Indonesia yang menyelesaikan pendidikan di tahap perguruan tinggi. Dilansir dari (Kompas.com).

Ketimpagan akses pendidikan di Indonesia masih tinggi, terutama bagi masyarakat pedesaan, ekonomi rendah. Banyak yang belum mampu mendapatkan pendidikan yang layak. Juga masih banyak sekolah yang tidak memiliki guru, minim sarana dan prasarana, serta ruangan sekolah yang hamper dikatakan tidak layak untuk jadi tempat belajar.

Tembok Penghalang Nyata

Rata-rata lama sekolah di Indonesia hanya setara SMP. Ini akibat sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas, sehingga akses bergantung pada kemampuan ekonomi.
Pertama, kondisi ekonomi yang sulit menjadi penghalang utama untuk mendapatkan pendidikan. Kemiskinan menjadi tembok penghalang bagi banyak orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Beberapa terpaksa berhenti sekolah karena tak mampu membayar biaya yang terus meningkat. Sebagian lainnya memilih bekerja demi membantu keluarga, mengorbankan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Bahkan di sekolah negeri yang seharusnya gratis, seringkali masih ada biaya-biaya tambahan yang membebani para siswa.

Kedua, kondisi infrastruktur publik yang buruk membatasi kesempatan pendidikan, khususnya bagi masyarakat di wilayah 3T. Keterbatasan fasilitas umum yang memadai menjadi penghalang utama bagi masyarakat di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal untuk mengakses pendidikan. Banyak contoh menyedihkan tentang anak-anak yang harus berjuang keras, bahkan mempertaruhkan keselamatan, hanya untuk sampai ke sekolah. Mereka harus menyeberangi jembatan rapuh atau sungai deras, serta melewati jalanan rusak dengan kendaraan yang tidak memadai. Sulitnya medan dan kondisi inilah yang seringkali menyebabkan anak-anak di wilayah tersebut tidak dapat melanjutkan sekolah.

Ketiga, sarana dan prasarana pendidikan yang tidak layak menjadi penghalang besar dalam mewujudkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas. Inisiatif Kemendikbudristek untuk merenovasi sekitar 10.000 sekolah rusak di Indonesia menegaskan betapa krusialnya masalah ini. Data BPS tahun 2024 memperlihatkan bahwa hampir separuh bangunan sekolah dasar berada dalam kondisi rusak. Kita seringkali disuguhi berita tentang sekolah dengan atap jebol, ruang kelas yang tidak manusiawi, serta meja dan kursi yang jauh dari kata layak. Lebih mengkhawatirkan lagi, ketersediaan fasilitas pendukung pembelajaran seperti laboratorium, internet, dan ruang komputer juga sangat minim.
Penghalang inilah yang juga menjadi alasan siswa tidak lagi melanjutkan sekolah. Mereka yang awalnya berniat sekolah, tetapi ketika melihat bangunan sekolah yang rusak, bahkan hampir roboh pasti meruntuhkan harapan mereka untuk memiliki masa depan yang cerah. Bahkan, ada siswa yang bersekolah di lapangan terbuka lantaran kerusakan bangunan sekolah yang tidak kunjung diperbaiki pemerintah setempat.

Berbagai faktor penghalang yang melatarbelakangi kesenjangan pendidikan saat ini tidak terlepas dari sistem pendidikan kapitalistik yang menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas sehingga akses pendidikan bergantung pada keadaan ekonomi. Tidak salah jika muncul narasi “Pendidikan ibarat barang mahal. Orang miskin dilarang sekolah.”Ketimpangan akses pendidikan ini memunculkan kesenjangan nyata. Sebagai contoh, jika ingin mendapat fasilitas bagus dan memadai, harus bersekolah di sekolah yang berbiaya mahal. Namun, jika ingin mendapat akses dan layanan sekolah gratis, maka harus siap menerima fasilitas seadanya.

Menurut UU, pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Namun, faktanya pendidikan hanya menjadi hak bagi anak yang ekonominya baik-baik saja. Kurikulum pendidikan ala kapitalisme menjadikan pendidikan hanya berorientasi menciptakan tenaga kerja buruh murah. Dahulu Malaysia mengimpor guru dari Indonesia untuk dipekerjakan di sana karena kualitasnya yang luar biasa. Kini yang terserap di Malaysia kebanyakan adalah pekerja rumah tangga. Ironisnya, kemajuan bangsa lain berbanding terbalik dengan kemunduran yang dialami Indonesia. Kebijakan efisiensi anggaran yang menomorduakan pendidikan dalam APBN semakin memperburuk keadaan. Tradisi ‘ganti menteri, ganti kurikulum’ adalah bukti nyata bahwa peta pendidikan Indonesia tidak memiliki fondasi yang kuat, melainkan terus berubah mengikuti arus kekuasaan dan pilihan menteri. Sebaliknya, sistem pendidikan Islam menawarkan model yang berlawanan, di mana kesenjangan dan ketidakadilan pendidikan secara historis berhasil dihilangkan.

Solusi Hakiki Ada Pada Islam

Pendidikan adalah hak fundamental setiap anak, dan negara wajib hadir di seluruh pelosok negeri untuk memastikan pemenuhannya. Ini termasuk penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang layak sebagai tanggung jawab penyelenggara negara. Negara Khilafah menempatkan sektor pendidikan sebagai kebutuhan primer yang wajib dipenuhi dan dinikmati seluruh anak, karena pendidikan adalah fondasi utama peradaban yang unggul. Kejayaan pendidikan Islam di masa lalu, yang diakui secara global, adalah bukti nyata dari perhatian ini.


Prinsip-Prinsip Pendidikan Khilafah:
Negara Khilafah menyelenggarakan pendidikan berkualitas tinggi berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1.Pembentukan Kepribadian Islam dan Penguasaan Ilmu, tujuan utama pendidikan adalah membentuk syakhshiyah Islamiah dan membekali generasi muda dengan ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk·merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang (Syekh Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, hlm. 8).
2.Pembiayaan Pendidikan dari Baitulmal, seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh baitulmal (kas negara), terutama dari pos fai, kharaj, dan milkiyyah‘amah. Pajak (dharibah) hanya dikenakan pada muslim yang mampu jika dana baitulmal tidak mencukupi untuk kebutuhan mendesak pendidikan.
3.Akses Pendidikan Gratis untuk Semua, pendidikan gratis diberikan di semua jenjang, dari dasar hingga tinggi, untuk memastikan tidak ada anak yang terhalang belajar karena alasan ekonomi. Sistem ini terbukti mampu melahirkan banyak ilmuwan dan cendekiawan selama berabad-abad.
4.Penyediaan Sarana Ilmu Pengetahuan yang Lengkap, negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas riset lainnya di samping sekolah dan universitas, untuk mendorong penelitian dan penemuan di berbagai disiplin ilmu ( Fiqh, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia,dan penemuan baru sehingga melahirkan para mujtahid dan penemu. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam dalam Bab “Strategi Pendidikan” hlm 176).
5.Pembangunan Infrastruktur Merata,negara membangun infrastruktur publik hingga ke pelosok, menghilangkan kendala geografis yang menghambat akses pendidikan.
Sepanjang sejarah Khilafah, para khalifah aktif membangun dan melengkapi perguruan tinggi Islam dengan fasilitas lengkap seperti auditorium, asrama, perumahan dosen, taman rekreasi, dan lain-lain. Madrasah Nizhamiyah menjadi standar mutu bagi institusi pendidikan tinggi
Khilafah menjalankan tanggung jawabnya dalam pendidikan secara komprehensif untuk memastikan hak setiap anak terpenuhi, kenyamanan belajar terjamin, dan kesejahteraan pendidik diperhatikan. Tujuannya adalah mewujudkan sistem pendidikan Islam yang optimal dalam melahirkan generasi bertakwa, cerdas, dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia. Penulis : Karmila Napu S. Pd. Pengajar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *